PANDEMI MELANDA, KEKERASAN ANAK MENINGKAT
November, 16 2021
Oleh : NURUL HASANAH (3203121055)
Dosen Pengampu : Dr. JUNITA FRISKA, S.Pd.,M.Pd
Tanggal 23 Juli telah diresmikan sebagai Hari Anak Nasional. Berdasarkan keputtusan presiden Rakyat Indonesia Nomor 44 tahun 1984 tanggal 19 juli 1984. Salah satu tujuan dari peringatan hari anak nasional adalah untuk mendorong masyarakat melawan kekerasan dan menjadi pelindung bagi anak.
Kekerasan Terhadap Anak
Kekerasan terhadap anak adalah (child abuse) adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual, pelalaian, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain, yang mengakibatkan cedera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan. (Faqih dalam Daisy Widiastuti dan Rini Sekartini, 2005: 106).
Secara teoritis, kekerasan terhadap anak (child abuse) didefinisikan sebagai perlakuan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang mana semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. Contoh paling jelas dari tindak kekerasan yang dialami anak-anak adalah pemukulan atau penyerangan secara fisik berkali-kali sampai terjadi luka atau goresan. Namun demikian perlu disadari bahwa child abusesebetulnya tidak hanya berupa pemukulan atau penyerangan fisik saja, melainkan juga berupa berbagai eksploitasi melalui pornografi dan penyerangan seksual, (sexual assault) pemberian makanan yang tidak layak bagi anak atau makanan kurang gizi (malnutrition), pengabaian pendidikan dan kesehatan yang berkaitan dengan medis (medical abuse) (Bagong Suyanto dan Sri Sanituti, 2002:114).
Pasal 53 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 pada ayat: 1. Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan kehidupannya. 2. Setiap anak sejak kelahirannya berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan. Mengacu pada kedua pasal ini makaadalah kewajiban Pemerintah, Negara, Orangtua, dan masyarakat untuk tidak menelantarkan dan wajib peduli terhadap hak anak tersebut. (Jean K. Matuankotta, 2011:71)
Kekerasan terhadap Anak di Masa Pandemi Covid-19
Sejak Pandemi Covid-19 melanda, peluang terjadinya kekerasan terhadap anak semakin meningkat. Keluarnya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya untuk memutus rantai penularan Covid-19. Mempunyai Konsekuensi dari yakni meningkatnya intensitas anak dan orang tua untuk berinteraksi secara langsung setiap harinya. Adanya Perubahan rutinitas dan ketidaksiapan anak dan orang tua dalam beradaptasi dengan kondisi saat ini akan memicu timbulnya konflik.
Ketidaksiapan terhadap perubahan rutinitas selama pandemi Covid-19, pembelajaran anak yang dilakukan secara daring, dan tekanan ekonomi yang dihadapi keluarga sebagai akibat pandemi Covid-19 memperburuk kondisi psikologis orang tua. Sementara itu pengetahuan yang dimiliki orang tua dalam pengasuhan anak yang kurang. sehingga anak menjadi rawan terhadap kekerasan.
Tingkat Kekerasan Terhadap Anak di Masa Pandemi Covid-19
Dikutif dari data Simfoni Kekerasan Ibu dan Anak hingga 2 November 2020 tercatat sebanyak 1.358 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, hal, ditambah dengan tingginya kasus perceraian di masa pandemi yang mencapai 55.747 kasus, tentu akan menambah deret kasus permasalahan anak (replubika.co.id). Fidiansjah, direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementrian Kesehatan, mengungkapkan bahwa hampir 73% anak Indonesia mengalami kekerasan saat berada di rumah selama pandemi Covid-19, dengan rincian 11% mengalami kekerasan fisik, 62% mengalami kekerasan verbal. Data Simfoni P2A melaporkan bahwa per 18 Agustus 2020 telah terjadi kasus kekerasan kepada anak sebanyak 4.833 kasus, dengan kasus terbanyak terjadi di wilayah Jawa Timur. Dan sebanyak 2.556 kasus merupakan korban kekerasan seksual (amp.suara.com).
Sedangkan data terbaru hingga tanggal 11 November 2021 telah terjadi 16.759 kasus kekerasan yang terjadi terhadap anak dan perempuan. Dengan rincian 3.683 korban lelaki dan 14.408 korban perempuan. Korban lelaki 41,5 % kelompok usia antara 13-18 tahun, 29,5 % adalah anak usia 6-12 tahun dan 13,5 adalah anak usia 0-5 tahun. Dan korban laki-laki terbanyak adalah dari kalangan pelajar dengan persentase 59,6% dengan tempat kejadian terbesar di rumah tangga yakni 58,0 %
Kekerasan terhadap perempuan tiga kali lipat lebih banyak dibanding kasus yang terjadi kepada laki-laki yakni 14.408%. kelompok usia paling rentan adalah 13-17 tahun yakni 32,0 % dan 22-44 tahun yakni 28,6 %. Dan Pelajar adalah korban dengan persentase tertinggi yakni 39,5%, sedangkan jika dilihat dari tempat kejadian rumah tangga masih memegang persentase tertinggi dengan indeks 58,0%.
Angka kekerasan terhadap anak paling besar berada di Jawa Timur yakni dengan 990 korban. Pulau jawa adalah pulau dengan persentase tertinggi dalam pesebaran kasus kekerasan. Dan Sulawesi Barat yang terendah dengan 55 korban.
Data tersebut memperlihatkan begitu tinggi nya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. dan mirisnya rumah tangga adalah tempat yang paling sering menjadi saksi kekerasan tersebut.
Kekerasan Terhadap Anak dalam Keluarga
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan terhadap anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan yang diwarisi (transmintted) dari generasi ke generasi. Kebanyakan orangtua menganggap bahwa pendidikan yang keras merupakan hal yang wajar. Yang dimaksud keras disini adalah menerapkan aturan- aturan yang ketat dan disertai dengan sanksi- sanksi jika anak melanggar berupa bentakan, ataupun pukulan. Tidak jarang ketika pendidikan yang keras dalam keluarga menimbulkan perilaku kasar dari orangtuanya. Anggapan yang salah ini terus berlanjut dari dulu hingga sekarang, karena mereka belum menyadari akibat dari perlakuan keras dan kasar bagi perkembangan psikologis anak-anaknya.
Sebagai suatu kasus yang tergolong tabu dan disadari melanggar batas- batas etika, kasus-kasus kekerasan terhadap anak dalam keluarga jarang terekspos keluar. Hanya kasus- kasus kekerasan berat yang seringkali muncul ke ruang publik, seperti pembunihan ataupun pemerkosaan. Contohnya seorang ayah atau ibu yang memukul kepala anaknya, selagi apa yang mereka lakukan tidak sampai menimbulkan luka fisik yang serius atau kematian, maka kejadian itu akan lewat dan hilang begitu saja. Kesulitan dalam mengungkapkan kasus kekerasan terhadap anak bisa disebabkan oleh faktor internal maupun eksternak (Suharto dalam Huraerah, 2012: 60). Faktor internal adalah faktor dari korbannya itu sendiri yang menolak melaporkan ke masyarakat, sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari masyarakat yang menganggap biasa suatu kekerasan terhadap anak dalam keluarga.
Upaya Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak
Pertama, pencegahan kekerasan terhadap anak harus dimulai dari keluarga sebagai lingkungan terdekat anak. Banyak kasus kekerasan terhadap anak justru dilakukan oleh anggota keluarga. Oleh karena itu, penguatan peran dan fungsi keluarga perlu dilakukan. Kedua, meningkatkan pengetahuan orang tua dalam hal pengasuhan anak. Pada masa pandemi Covid-19, orang tua perlu menyesuaikan pengasuhan anak dengan kondisi tersebut. Misalnya dengan meningkatkan literasi terkait pengasuhan anak khususnya pada masa Covid-19, serta berdiskusi dengan komunitasnya atau mengikuti webinar parenting terkait. Dengan demikian orang tua lebih mudah beradaptasi dengan pengasuhan anak selama pandemi Covid-19. Ketiga, memperkuat komunikasi dan kerja sama antara orang tua dengan sekolah selama mendampingi anak belajar di rumah. Keempat, penguatan peran dari berbagai lembaga keagamaan dan lembaga masyarakat di tingkat lokal. Lembaga tersebut berperan melakukan sosialisasi secara masif tentang perlindungan hak anak di kalangan masyarakat. Kelima, perbaikan ekonomi keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Rianawati. 2018. Perlindungan Hukum Terhadap Kekerasan Pada Anak. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak.
Kadir, Abdul dan Anik Handayaningsih. 2020. Kekerasan Anak Dalam Keluarga. Jurnal Wacana, Psikologi fk UNS. Vol 12 No 02.
Erniwati dan Wahidah Fitriani. 2020. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Orang Tua Melakukan Kekerasan Verbal Pada Anak Usia Diri. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Volume 4, No. 1, Mei 2020
Wahyuni, Dinar. 2020. Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Info Singkat. Vol. XII, No. 22/II. Jakarta.
https://tintamuslimah.com/2020/11/13/kasus-kekerasan-terhadap-anak-meningkat-di-tengah-pandemi-butuh-solusi-mendasar/
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Kekerasan-terhadap-anak.pdf
https://kekerasan.kemenpppa.go.id/register/login
😥
ReplyDelete